Bagian I : Cerita tentang Perjalanan

Pages

Bagian I : Cerita tentang Perjalanan

Perjalanan akan selalu manis. Akan bertemu masyarakat dan ilmu baru. Mengenal, merasa, dan berbagi. Sama seperti manisnya perjalananku pertama kali ke Negeri Batik, Pekalongan. Perjalanan ini begitu manis, aku menyukainya karena lebih tepatnya gratis. Gratis biaya perjalanan, makan, dan menginap.
“Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan?” .

Aku secara sengaja mendaftarkan diri pada acara kampusku. Program dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat yang dinamai IPB goes to Field. Dimana pada dasarnya kegiatan ini berlangsung selama tiga minggu tetapi karena kami ini program tahap dua nantinya kami hanya selama lima hari akan ditempatkan di suatu desa dan melakukan banyak hal. IGTF ini tersebar di Jawa, Nusa Tenggara Barat dan juga Muara Enim Palembang. Awalnya aku sangat antusias mendaftarkan diri untuk ikut terbang ke Palembang, tetapi waktunya bersamaan dengan mengisi teater acara Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia.


Pendaftaran dan pengumuman peserta berlangsung kurang dari 24 jam. Aku menyerahkan berkas jam tiga sore dan pengumuman malam harinya. Reaksiku? Sungguh senang walaupun tidak tahu sama sekali apa tugasku disana. Kewajibanku setelahnya adalah mengikuti briefing esok siangnya. Dari lima belas daftar mahasiswa lolos yang aku baca, ternyata tiga orang telah ku kenal sebelumnya. Ade dari Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, aku mengenalnya ketika kita satu divisi dalam satu kepanitiaan penerimaan mahasiswa tahun lalu. Fiki Zeh dari Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, aku mengenalnya dari pertama kuliah, ia koordinator fakultas beasiswaku, dan teman dalam satu kepanitiaan juga bareng Ade. Dan Fitdri, dari Teknologi Mesin dan Biosistem, kami pernah satu UKM dan satu panggung teater. Dengan yang lainnya, aku buta. Aku tidak mengenal mereka.

Segala persiapan, pembagian kelompok, pemilihan ketua sekretaris dan bendahara sudah terlewati. Aku sebagai bendahara, Ade sebagai sekretaris, dan Fiki sebagai ketua. Ternyata kami akan mengunjungi masyarakat yang juga sebagai peternak. Di Pekalongan, tepatnya Desa Kaliombo banyak sekali masyarakat yang memiliki hewan ternak sehingga dibentuklah Sekolah Peternakan Rakyat. Tugas kami disana adalah melakukan pendataan jumlah sapi, perkiraan pengukuran berat badan sapi yang dapat diketahui dengan mengukur lingkar perut, panjang dan tinggi sapi. Sebenarnya aku takut. Tidak berani sama sekali. Bagaimana untuk mengukur sapi, memegang binatang saja aku takut. Tapi dengan proporsi jumlah peserta perempuan delapan dan laki-laki tujuh orang. Maka setiap kelompok pasti terdapat satu lelaki yang akan melakukan tugas itu. Aku lega.
Pembelian kayu, pita ukur, tiket kereta semuanya telah siap. Perjalanan dimulai dari Stasiun Senen. Dekat sekali dengan rumahku. Maka dari itu aku putuskan untuk berangkat dari rumah. Sedangkan yang lain dari Bogor. Semua perlengkapan termasuk baju, sepatu, almamater, topi lapang, celana olahraga, gantungan baju dan sebagainya telah padat dalam satu tas jinjing. Entah sejak kapan aku membiasakan diri membawa gantungan baju ketika pergi dengan waktu lumayan lama. Setidaknya sangat berguna untuk menggantung pakaian untuk acara formal, ataupun menggantung pakaian yang harus segera di cuci seperti pakaian dalam.

Jadwalnya kereta berangkat tepat pukul 12.05 WIB. Rombongan mahasiswa dari Bogor menggunakan APTB dan aku sekitar jam 9 berangkat dari rumah diantar ayahku. Ayahku sempat kesal karena kami tidak menemui teman-temanku di area stasiun yang bisa dijangkau kaki setiap sudutnya. Ternyata teman-temanku sedang mengisi perut di salah satu warteg belakang Gelanggang Olahraga Senen. Memang central Senen ini sangat strategis. Letaknya di pusat Jakarta, ada stasiun, terminal, pasar, toko grosir, mall (Atrium), Plaza Senen, Gelanggang Olahraga, Kolam renang, Bioskop, dan apalagi disampingnya ada pasar Poncol sebagai pusatnya barang bekas dari elektronik sampai pakaian. Lengkap kan sebagai pusat ekonomi di perkotaan dan sudah pasti macet, polusi dan debu juga ikut meramaikan central Senen ini.

Semua telah lengkap dan aku pamit kepada ayah. Kami menunggu kedatangan kereta, dan segera menuju peron. Setelah melewati pengecekan tiket dan kartu identitas sebanyak dua kali kami menunggu di tempat antrian penumpang. Ramai, penuh dan cerah sekali siang itu. Sekitar sepuluh menit kereta datang dan kami menuju tempat duduk. Kami terpisah-pisah. Tetapi untungnya sebelahku Ade. Tempat duduk berhadap-hadapan. Baru saja aku mengambil posisi duduk. Bapak berusia lanjut yang masih sangat bugar di depanku menitipkan tasnya. Ia mengatakan tidak kuat dinginnya udara kereta ini. Ia keluar gerbong dan akan naik ketika kereta akan bergerak. Bapak tadi penasaran dan bertanya apakah kami rombongan.


Darimana kami berasal dan kemana tujuan kami. Apa yang ingin kami lakukan dan banyak yang lainnya. Dengan pertanyaan menyelidik, dan ku dapati bahwa aku dan bapak tadi satu almamater. Ya kami satu kampus dengan perbedaan 38 angkatan. Aku angkatan 51 dan bapak tersebut angkatan 13. Usiaku 20 tahun dan usia beliau kurang lebih 58 tahun, seusia ayahku.


Tunggu Part II-nya yaaa...


Tidak ada komentar :