Kereta
baru bergerak sekitar 15 menit yang lalu. Di luar kereta pemandangan berupa
perumahan padat dengan sedikit pohon begitu cepat terlewati. Berganti lahan
kosong dengan pohon-pohon pisang dan berganti rumah kembali. Di sebelah kananku,
nomor kursi 21 c seorang ibu sedang menyuapi anak kecil laki-laki berusia 5
tahun makan nasi. Memang jam di telepon genggamku menunjukan pukul dua belas
lewat dua puluh, masih jam makan siang. Aku mengambil makanan ringan seharga dua
ribuan (lebih dikenal dengan kukil atau kue kiloan) yang ku beli tadi malam.
Kue belang hitam putih yang dinamai kuping gajah karena memang bentuknya
menyerupai kuping gajah. Sulit membuka bungkusnya dengan tangan dan aku tak
membawa gunting.
Bapak
yang duduk di depanku dengan nomor kursi 21 b menawari bantuan untuk
membukanya.
“Sini
coba sama bapak” dan plastik tebal tersebut terbuka. Bapak tadi memberikannya
padaku
“Terima
kasih pak” kataku.
Ku
tawari Bapak tadi, teman disampingku, dan anak kecil yang sejak tadi disuapi
ibunya untuk mencoba jajanan itu. Mereka semua tak ada yang menolak.
Sepanjang
lorong kereta, ada petugas yang mendorong rak besi berisi piring-piring berisi
makanan dan menawari penumpang untuk membeli makanan yang diolah di dapur
kereta tersebut. Ada juga petugas yang membawa tumpukan bantal dan menawari
untuk menyewa bantalnya dan mengencangkan suaranya
“Sewa bantal lima ribu rupiah Pak, Bu”.
Bantal sangat cocok untuk penumpang yang
berada dalam kereta ini dengan tujuan jauh. Tujuan akhir kereta ini adalah Kota
Malang Jawa Timur. Jika pemberangkatan jam dua belas siang seperti ini
setidaknya kereta ini akan sampai besok subuh. Untungnya untuk sampai
Pekalongan hanya membutuhkan waktu lima jam.
Bapak
berusia sekitar lima puluhan tahun yang duduk di depanku menghentikan petugas
itu dan menyewa satu bantal, ia menawariku apa aku ingin menyewa juga. Ku
perhatikan tumpukan bantal yang dibawa. Aku menggeleng dan mengatakan terima
kasih karena sudah menawari.
Bapak
berbaju putih dengan topi berwarna biru donker ini sudah memulai pembicaraan denganku
semenjak kereta bergerak dari stasiun senen. Awalnya beliau bertanya apakah aku
menaiki kereta ini secara rombongan karena melihat ku yang membuat pembicaraan
dengan beberapa orang di gerbong dan saling bertukar makanan.
Ia
juga bertanya dari manakah kami, sebuah organisasi atau hanya bertujuan untuk
berlibur. Aku menjelaskan bahwa kami berasal dari satu kampus yang sama yaitu
IPB, tetapi dengan jurusan yang berbeda. Lima belas orang dari kami adalah
mahasiswa dan lima orang dokter hewan. Tujuan kami ke Kota Pekalongan. Kami
memiliki sebuah tugas untuk mendatangi satu desa, mendata jumlah ternak dan
menghitung berapa berat badan sapi dengan mengukur lingkar tubuh, dan panjang
badan sapi. Dengan wajah bingung bapak tersebut bertanya apa itu IPB dan apa
saja yang kami lakukan di IPB itu.
Aku
dan teman disampingku saling berpandangan heran. Bapak ini menggunakan baju
dengan saku bertuliskan KLH dan tas kecil yang berada dipangkuannya bertuliskan
Kementerian Lingkungan Hidup. Aneh pikirku masa tidak tahu apa itu IPB dan apa
saja yang kami lakukan. Kujawab bahwa IPB adalah kampus pertanian yang berada di
Bogor.
Temanku menjawab sambil tertawa “disana kami
belajar Pak”.
Aku pun ikut tertawa.
Bapak
tadi bertanya lagi apakah di dekat Taman Kencana ada laboratorium untuk
penelitian dokter hewan. Aku menggeleng, yang aku tahu taman kencana adalah
salah satu tempat nongkrongnya warga bogor dan tidak ada lab disana. Apalagi
tagline baru kota Bogor sebagai Kota Sejuta Taman menambah keyakinanku bahwa
Taman Kencana hanya sebuah taman tanpa laboratorium penelitian bagi dokter
hewan.
Bapak
tadi dengan antusias bertanya lagi dimana kami berkuliah apakah kampus Dramaga
atau Baranangsiang dan apakah kami tinggal di asrama.
Belum
aku menjawab pertanyaan itu, temanku lebih cepat menjelaskan bahwa kampus
Dramaga diperuntukkan untuk sarjana dan baranangsiang untuk diploma.
“Dramaga
mah buat s1 Pak, kalo Baranangsiang buat DIII hehehe” kata temanku.
Aku
melanjutkan “kita semester lima pak jadi udah ngekos dan ngontrak. Asrama mah
udah selesai pas TPB”
TPB
adalah tahap persiapan bersama. Selama tahun pertama masuk kuliah kami belajar
semua mata pelajaran SMA. Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Matermatika,
Ekonomi, Sosiologi, Fisika, Kimia, Biologi, Agama, dan lainnya. Setauku yang
menerapkan sistem TPB ini adalah IPB dan ITB. Tujuannya agar kita mempelajari
dasar-dasar ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan di departemen atau
jurusan masing-masing. Untuk IPB, nama TPB sudah berganti menjadi PPKU atau
Program Pembinanan Kompetensi Umum sejak tahun 2015.
Kereta
terus berjalan dan sudah memasuki Jawa Barat. Stasiun Tambun Bekasi sudah
terlewat sejak tadi. Pemandangan di luar lebih didominasi oleh sawah dan
pohon-pohon.
Temanku
tiba-tiba bertanya pada bapak tadi “Jangan-jangan bapak dulu kuliah di IPB ya?”
dengan menyelidik.
Aku
jadi fokus menunggu jawaban bapak tadi. Dan ikut menyelidik “iya ya pak?”
“bisa
jadi” bapak tadi menjawab sambil sedikit terkekeh
Aku
dan temanku tertawa
“bener
kan daritadi nih bapaknya nanyanya begitu” kataku
Aku
langsung meminta tangan bapak tadi untuk salaman. Diikuti temanku. Rasa takzim
dengan seorang alumni yang kutemui dalam kereta ini seketika muncul.
Pembicaraan
kami makin seru dan banyak yang kami bahas. Banyak juga nasihat yang kami
terima dari seorang “kakak alumni” yang juga seuisia “ayah”.
Temanku
menawari permen padaku dan bapak tadi. Sepertinya bapak itu tak tahu bahwa itu
permen karet. Ia mengambilnya. Aku memakannya dan memainkannya menjadi seperti
balon yang bisa ditiup.
Dengan
mnjawab pertanyaan bapak tersebut aku bercerita bahwa rumahku dekat stasiun
senen. Tepatnya di Kemayoran. Aku alumni SMA 1 Jakarta Budi Utomo. Dan ternyata
kakaknya bapak itu adalah juga alumni SMA yang sama denganku. Kali ini ia akan
mengunjungi kakaknya di Kota Malang.
Tak
kalah rasa ingin tahu ku, aku juga bertanya mengapa bapak sendirian pergi ke
Malang mengapa tidak mengajak anak dan istrinya. Bapak tadi bercerita panjang.
Bercerita bahwa kehidupan rumah tangga tidak selamanya baik, ada enaknya ada
gak enaknya. Kali ini keadaan ia dan istrinya sedang kurang baik dan ia memutuskna
untuk pergi sejenak ke rumah kakaknya. Selain refresh pikiran ia juga bisa
menjaga silaturahmi dengan keluarganya.
Aku
bersyukur mendapat tambahan ilmu. Ilmu berumah tangga.
Bapak
tadi menanyai jurusan kuliahku. Aku berkuliah di fakutas ekologi manusia.
Fakultas yang diisi oleh tiga departemen yaitu Gizi
Masyarakat (GM), Ilmu Keluarga
Dan Konsumen (IKK) , dan Sains Komunikasi
Dan Pengembangan Masyarakat (SKPM).
“Ilmu
Keluarga Dan Konsumen Pak. Dulunya bergabung dengan gizi bernama GMSK. Ya kan pak?.
Nah semenjak 2005 dipisah menjadi dua dan membentuk satu fakultas baru. Ya FEMA
ini”.
Memang
Gizi masyarakat dan sumber daya keluarga dahulunya berada di sospol fakultas
pertanian IPB, sehingga alumni IPB lebih mengenal GMSK daripada IKK.
Bapak
juga asli Jakarta. Rumahnya di sekitar Halim Perdana Kusuma. Ia mempersilahkan
kami untuk main ke rumahnya jika ada waktu.
Selanjutnya
bapak menceritakan pengalamannya selama ia berkuliah. Ia terbiasa mengikuti
aksi mahasiswa yang lebih dikenal masyarakat dengan demo. Ia mengaku pernah
berjalan sepanjang jalan tol jagorawi karena menuntut kebijakan pemerintah
waktu dulu. Ia juga bercerita banyak tentang kisah cinta selama kuliah, tradisi
mahasiswa IPB jaman dulu dan mitos yang berkembang di kebun raya Bogor.
Kereta berhenti di stasiun Cikampek atau Purwakarta. Aku lupa. Yang
aku tahu sekarang sudah pukul dua siang. Banyak penumpang kereta yang sudah
terlelap dan mungkin bermimpi juga berharap ketika membuka mata sudah sampai
pada tujaun masing-masing. Penumpang yang turun bergantian dengan penumpang
baru. Memenuhi kursi-kursi yang masih kosong. Sekitar 10 menit kereta berhenti...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar