2016

Pages

Mengetahui Kepribadian sama dengan Meningkatkan Potensi



”Character as a reliable inner disposition to respond to situation in a morally good way”

Karakter adalah perilaku yang dilakukan berulang-ulang dan menjadi ciri bagi suatu individu. Pembentukan karakter dipengaruhi oleh lingkungan dan diinternalisasikan oleh pengasuh sejak manusia bayi. Karakter yang baik dan berhasil bagi seseorang akan menentukan kesuksesannya dan kesuksesan suatu bangsa. Karakter pada diri sendiri, karakter ketika berinteraksi dengan orang lain, dan karakter yang seharusnya muncul kepada lingkungan. Itu semua berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai individu yang merdeka, dalam diri saya juga terbentuk banyak karakter. Baik perilaku yang konsisten diterapkan sehari-hari ataupun karakter yang muncul tetapi belum terlalu kuat. Karakter yang telah saya sadari dalam diri saya selama ini yaitu ramah, tanggung jawab, peduli, mengasihi, bersahabat dan ceria. Sedangkan karakter yang belum terlalu kuat dalam diri saya adalah tepat waktu dan bergerak secara sendiri.
Sebagai contohnya, dalam setiap kamar kos atau kontrakan pasti ada aturan-aturan bagi setiap penghuni rumah. Ada yang menjadi bendahara, penanggung jawab kebersihan, penanggung jawab konsumsi, dan lainnya. Tugas saya adalah sebagai penanggung jawab konsumsi atau nama lainnya adalah tukang masak. Contohnya seperti ketika kami merencanakan makan bersama. Sepulang kuliah saya membeli bahan masak, dan menyiapkan semuanya yang akan dimasak serta memasaknya sendiri pun saya tidak merasa masalah karena saya suka melakukan itu. Sehingga saya bertanggung jawab dengan apa yang seharusnya menjadi tugas saya.
Karakter peduli tidak selalu terlihat langsung. Ketika kita mendoakan seseorang yang sedang dalam kesulitan juga termasuk peduli. Dan peduli juga mengandung rasa menyayangi dan mengasihi. Sedangkan karakter ceria dicerminkan dengan perilaku yang antusias, ingin tahu, dan menghargai setiap orang.
Istilah jam karet sudah dikenal umum yang mengartikan bahwa masyarakat Indonesia tidak tepat waktu. Ini telah terinternalisasi dalam diri saya dan saya menyadari ini hal buruk. Ketika semua menyepakati bahwa sebuah acara dimulai pada jam sembilan. Dan saya datang jam setengah delapan, tetapi acara dimulai jam setengah sepuluh. Ini berlangsung berkali-kali dan saya menyadari bahwa ada banyak sesuatu yang bisa saya kerjakan daripada menunggu. Banyak panitia sebuah acara membiasakan membuat jam sebuah acara dimajukan yang artinya merencanakan estimasi waktu yang lebih baik dari pada membuat jadwal acara secara padat dan tepat waktu. Saya hanya tidak tepat waktu pada acara-acara informal sedangkan setiap jadwal formal seperti kuliah, mengadiri acara besar, dan hal penting lainnya selalu tepat waktu.
Menurut saya, karakter saya selama ini didukung oleh kepribadian dalam diri saya. Sejak sekolah menengah pertama saya sudah sering mengikuti tes kepribadian. Dan terakhir tes kepribadian yang saya lakukan secara online menunjukkan hasil bahwa kepribadian saya berkumpul pada sikap Ekstrovert, pengumpulan informasi secara Sensing, membuat keputusan suatu masalah secara Feeling, dan struktur Orientasi secara Perceiving.
Attitude
Information Gathering
Decision Making
Structure Orientation
Introvert (I)
Intuiting (N)
Thinking (T)
Judging (J)
Extrovert (E)
Sensing (S)
Feeling (F)
Perceiving (P)
*Hasil tes kepribadian saya adalah yang berhuruf tebal
Tes yang saya sebutkan hasilnya diatas merupakan tes MBTI atau Myers Briggs Type Indicator. Merupakan sebuah tes berupa pengisian kuisioner sebanyak enam puluh soal untuk membaca kepribadian seseorang, khususnya bagaimana seseorang membuat keputusan dan menilai sesuatu.
Dari web si-pedia.com menjelaskan bahwa orang dengan kepribadian ESFP sebagai pribadi yang ramah, bersahabat, menerima, mencintai kehidupan, orang dan kenyamanan materi. Senang bekerja dengan orang lain, pendekatan realistis dalam pekerjaan, dan menjadikan pekerjaan sebagai sebuah kesenangan. Fleksibel dan spontan, beradaptasi dengan mudah ke orang-orang dan lingkungan baru. Singkatnya kepribadian saya yang digambarkan oleh ESFP adalah mudah beradaptasi, antusias, energik, memotivasi orang lain, negosiasi, membangun kesepakatan dan pemecah masalah.
Sebagian besar dari hasil tes diatas yang telah disebutkan mencerminkan karakter saya seperti ramah, bertanggung jawab, peduli, mengasihi, bersahabat dan ceria. Sehingga untuk yang ingin mengetahui kepribadiannya cobalah untuk mengenal diri sendiri lebih dalam dan menguatkan karakter yang sudah disadari. Boleh juga dimulai dengan mengikuti tes BMTI seperti diatas. Semoga dengan mengenal diri sendiri, jadi mengetahui juga apa tujuan hidup dan apa yang harus dilakukan dengan lebih jelas. Jadi lebih mengetahui juga karir yang sesuai kepribadian dan apa yang seharusnya dikembangkan serta meminimalisis sifat-sifat negatif. Dan semoga dengan mengenal diri sendiri, kita bisa lebih bermanfaaat bagi sesama.

Rizky Amalia
Dept. Ilmu Keluarga dan Konsumsi
11 Oktober 2016
00:32

Obrolan dalam Kereta Senen-Pekalongan (...1...)


Kereta baru bergerak sekitar 15 menit yang lalu. Di luar kereta pemandangan berupa perumahan padat dengan sedikit pohon begitu cepat terlewati. Berganti lahan kosong dengan pohon-pohon pisang dan berganti rumah kembali. Di sebelah kananku, nomor kursi 21 c seorang ibu sedang menyuapi anak kecil laki-laki berusia 5 tahun makan nasi. Memang jam di telepon genggamku menunjukan pukul dua belas lewat dua puluh, masih jam makan siang. Aku mengambil makanan ringan seharga dua ribuan (lebih dikenal dengan kukil atau kue kiloan) yang ku beli tadi malam. Kue belang hitam putih yang dinamai kuping gajah karena memang bentuknya menyerupai kuping gajah. Sulit membuka bungkusnya dengan tangan dan aku tak membawa gunting.
Bapak yang duduk di depanku dengan nomor kursi 21 b menawari bantuan untuk membukanya.
“Sini coba sama bapak” dan plastik tebal tersebut terbuka. Bapak tadi memberikannya padaku
“Terima kasih pak” kataku.
Ku tawari Bapak tadi, teman disampingku, dan anak kecil yang sejak tadi disuapi ibunya untuk mencoba jajanan itu. Mereka semua tak ada yang menolak.
Sepanjang lorong kereta, ada petugas yang mendorong rak besi berisi piring-piring berisi makanan dan menawari penumpang untuk membeli makanan yang diolah di dapur kereta tersebut. Ada juga petugas yang membawa tumpukan bantal dan menawari untuk menyewa bantalnya dan mengencangkan suaranya
 “Sewa bantal lima ribu rupiah Pak, Bu”.
 Bantal sangat cocok untuk penumpang yang berada dalam kereta ini dengan tujuan jauh. Tujuan akhir kereta ini adalah Kota Malang Jawa Timur. Jika pemberangkatan jam dua belas siang seperti ini setidaknya kereta ini akan sampai besok subuh. Untungnya untuk sampai Pekalongan hanya membutuhkan waktu lima jam.
Bapak berusia sekitar lima puluhan tahun yang duduk di depanku menghentikan petugas itu dan menyewa satu bantal, ia menawariku apa aku ingin menyewa juga. Ku perhatikan tumpukan bantal yang dibawa. Aku menggeleng dan mengatakan terima kasih karena sudah menawari.
Bapak berbaju putih dengan topi berwarna biru donker ini sudah memulai pembicaraan denganku semenjak kereta bergerak dari stasiun senen. Awalnya beliau bertanya apakah aku menaiki kereta ini secara rombongan karena melihat ku yang membuat pembicaraan dengan beberapa orang di gerbong dan saling bertukar makanan.
Ia juga bertanya dari manakah kami, sebuah organisasi atau hanya bertujuan untuk berlibur. Aku menjelaskan bahwa kami berasal dari satu kampus yang sama yaitu IPB, tetapi dengan jurusan yang berbeda. Lima belas orang dari kami adalah mahasiswa dan lima orang dokter hewan. Tujuan kami ke Kota Pekalongan. Kami memiliki sebuah tugas untuk mendatangi satu desa, mendata jumlah ternak dan menghitung berapa berat badan sapi dengan mengukur lingkar tubuh, dan panjang badan sapi. Dengan wajah bingung bapak tersebut bertanya apa itu IPB dan apa saja yang kami lakukan di IPB itu.
Aku dan teman disampingku saling berpandangan heran. Bapak ini menggunakan baju dengan saku bertuliskan KLH dan tas kecil yang berada dipangkuannya bertuliskan Kementerian Lingkungan Hidup. Aneh pikirku masa tidak tahu apa itu IPB dan apa saja yang kami lakukan. Kujawab bahwa IPB adalah kampus pertanian yang berada di Bogor.
 Temanku menjawab sambil tertawa “disana kami belajar Pak”.
 Aku pun ikut tertawa.
Bapak tadi bertanya lagi apakah di dekat Taman Kencana ada laboratorium untuk penelitian dokter hewan. Aku menggeleng, yang aku tahu taman kencana adalah salah satu tempat nongkrongnya warga bogor dan tidak ada lab disana. Apalagi tagline baru kota Bogor sebagai Kota Sejuta Taman menambah keyakinanku bahwa Taman Kencana hanya sebuah taman tanpa laboratorium penelitian bagi dokter hewan.
Bapak tadi dengan antusias bertanya lagi dimana kami berkuliah apakah kampus Dramaga atau Baranangsiang dan apakah kami tinggal di asrama.
Belum aku menjawab pertanyaan itu, temanku lebih cepat menjelaskan bahwa kampus Dramaga diperuntukkan untuk sarjana dan baranangsiang untuk diploma.
“Dramaga mah buat s1 Pak, kalo Baranangsiang buat DIII hehehe” kata temanku.
Aku melanjutkan “kita semester lima pak jadi udah ngekos dan ngontrak. Asrama mah udah selesai pas TPB”
TPB adalah tahap persiapan bersama. Selama tahun pertama masuk kuliah kami belajar semua mata pelajaran SMA. Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Matermatika, Ekonomi, Sosiologi, Fisika, Kimia, Biologi, Agama, dan lainnya. Setauku yang menerapkan sistem TPB ini adalah IPB dan ITB. Tujuannya agar kita mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan di departemen atau jurusan masing-masing. Untuk IPB, nama TPB sudah berganti menjadi PPKU atau Program Pembinanan Kompetensi Umum sejak tahun 2015.
Kereta terus berjalan dan sudah memasuki Jawa Barat. Stasiun Tambun Bekasi sudah terlewat sejak tadi. Pemandangan di luar lebih didominasi oleh sawah dan pohon-pohon.
Temanku tiba-tiba bertanya pada bapak tadi “Jangan-jangan bapak dulu kuliah di IPB ya?” dengan menyelidik.
Aku jadi fokus menunggu jawaban bapak tadi. Dan ikut menyelidik “iya ya pak?”
“bisa jadi” bapak tadi menjawab sambil sedikit terkekeh
Aku dan temanku tertawa
“bener kan daritadi nih bapaknya nanyanya begitu” kataku
Aku langsung meminta tangan bapak tadi untuk salaman. Diikuti temanku. Rasa takzim dengan seorang alumni yang kutemui dalam kereta ini seketika muncul.
Pembicaraan kami makin seru dan banyak yang kami bahas. Banyak juga nasihat yang kami terima dari seorang “kakak alumni” yang juga seuisia “ayah”.
Temanku menawari permen padaku dan bapak tadi. Sepertinya bapak itu tak tahu bahwa itu permen karet. Ia mengambilnya. Aku memakannya dan memainkannya menjadi seperti balon yang bisa ditiup.
Dengan mnjawab pertanyaan bapak tersebut aku bercerita bahwa rumahku dekat stasiun senen. Tepatnya di Kemayoran. Aku alumni SMA 1 Jakarta Budi Utomo. Dan ternyata kakaknya bapak itu adalah juga alumni SMA yang sama denganku. Kali ini ia akan mengunjungi kakaknya di Kota Malang.
Tak kalah rasa ingin tahu ku, aku juga bertanya mengapa bapak sendirian pergi ke Malang mengapa tidak mengajak anak dan istrinya. Bapak tadi bercerita panjang. Bercerita bahwa kehidupan rumah tangga tidak selamanya baik, ada enaknya ada gak enaknya. Kali ini keadaan ia dan istrinya sedang kurang baik dan ia memutuskna untuk pergi sejenak ke rumah kakaknya. Selain refresh pikiran ia juga bisa menjaga silaturahmi dengan keluarganya.
Aku bersyukur mendapat tambahan ilmu. Ilmu berumah tangga.
Bapak tadi menanyai jurusan kuliahku. Aku berkuliah di fakutas ekologi manusia. Fakultas yang diisi oleh tiga departemen yaitu Gizi Masyarakat (GM), Ilmu Keluarga Dan Konsumen (IKK) , dan Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat (SKPM).
“Ilmu Keluarga Dan Konsumen Pak. Dulunya bergabung dengan gizi bernama GMSK. Ya kan pak?. Nah semenjak 2005 dipisah menjadi dua dan membentuk satu fakultas baru. Ya FEMA ini”.
Memang Gizi masyarakat dan sumber daya keluarga dahulunya berada di sospol fakultas pertanian IPB, sehingga alumni IPB lebih mengenal GMSK daripada IKK.
Bapak juga asli Jakarta. Rumahnya di sekitar Halim Perdana Kusuma. Ia mempersilahkan kami untuk main ke rumahnya jika ada waktu.

Selanjutnya bapak menceritakan pengalamannya selama ia berkuliah. Ia terbiasa mengikuti aksi mahasiswa yang lebih dikenal masyarakat dengan demo. Ia mengaku pernah berjalan sepanjang jalan tol jagorawi karena menuntut kebijakan pemerintah waktu dulu. Ia juga bercerita banyak tentang kisah cinta selama kuliah, tradisi mahasiswa IPB jaman dulu dan mitos yang berkembang di kebun raya Bogor.
Kereta berhenti di stasiun Cikampek atau Purwakarta. Aku lupa. Yang aku tahu sekarang sudah pukul dua siang. Banyak penumpang kereta yang sudah terlelap dan mungkin bermimpi juga berharap ketika membuka mata sudah sampai pada tujaun masing-masing. Penumpang yang turun bergantian dengan penumpang baru. Memenuhi kursi-kursi yang masih kosong. Sekitar 10 menit kereta berhenti...

Bagian I : Cerita tentang Perjalanan

Perjalanan akan selalu manis. Akan bertemu masyarakat dan ilmu baru. Mengenal, merasa, dan berbagi. Sama seperti manisnya perjalananku pertama kali ke Negeri Batik, Pekalongan. Perjalanan ini begitu manis, aku menyukainya karena lebih tepatnya gratis. Gratis biaya perjalanan, makan, dan menginap.
“Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan?” .

Aku secara sengaja mendaftarkan diri pada acara kampusku. Program dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat yang dinamai IPB goes to Field. Dimana pada dasarnya kegiatan ini berlangsung selama tiga minggu tetapi karena kami ini program tahap dua nantinya kami hanya selama lima hari akan ditempatkan di suatu desa dan melakukan banyak hal. IGTF ini tersebar di Jawa, Nusa Tenggara Barat dan juga Muara Enim Palembang. Awalnya aku sangat antusias mendaftarkan diri untuk ikut terbang ke Palembang, tetapi waktunya bersamaan dengan mengisi teater acara Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia.


Pendaftaran dan pengumuman peserta berlangsung kurang dari 24 jam. Aku menyerahkan berkas jam tiga sore dan pengumuman malam harinya. Reaksiku? Sungguh senang walaupun tidak tahu sama sekali apa tugasku disana. Kewajibanku setelahnya adalah mengikuti briefing esok siangnya. Dari lima belas daftar mahasiswa lolos yang aku baca, ternyata tiga orang telah ku kenal sebelumnya. Ade dari Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, aku mengenalnya ketika kita satu divisi dalam satu kepanitiaan penerimaan mahasiswa tahun lalu. Fiki Zeh dari Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, aku mengenalnya dari pertama kuliah, ia koordinator fakultas beasiswaku, dan teman dalam satu kepanitiaan juga bareng Ade. Dan Fitdri, dari Teknologi Mesin dan Biosistem, kami pernah satu UKM dan satu panggung teater. Dengan yang lainnya, aku buta. Aku tidak mengenal mereka.

Segala persiapan, pembagian kelompok, pemilihan ketua sekretaris dan bendahara sudah terlewati. Aku sebagai bendahara, Ade sebagai sekretaris, dan Fiki sebagai ketua. Ternyata kami akan mengunjungi masyarakat yang juga sebagai peternak. Di Pekalongan, tepatnya Desa Kaliombo banyak sekali masyarakat yang memiliki hewan ternak sehingga dibentuklah Sekolah Peternakan Rakyat. Tugas kami disana adalah melakukan pendataan jumlah sapi, perkiraan pengukuran berat badan sapi yang dapat diketahui dengan mengukur lingkar perut, panjang dan tinggi sapi. Sebenarnya aku takut. Tidak berani sama sekali. Bagaimana untuk mengukur sapi, memegang binatang saja aku takut. Tapi dengan proporsi jumlah peserta perempuan delapan dan laki-laki tujuh orang. Maka setiap kelompok pasti terdapat satu lelaki yang akan melakukan tugas itu. Aku lega.
Pembelian kayu, pita ukur, tiket kereta semuanya telah siap. Perjalanan dimulai dari Stasiun Senen. Dekat sekali dengan rumahku. Maka dari itu aku putuskan untuk berangkat dari rumah. Sedangkan yang lain dari Bogor. Semua perlengkapan termasuk baju, sepatu, almamater, topi lapang, celana olahraga, gantungan baju dan sebagainya telah padat dalam satu tas jinjing. Entah sejak kapan aku membiasakan diri membawa gantungan baju ketika pergi dengan waktu lumayan lama. Setidaknya sangat berguna untuk menggantung pakaian untuk acara formal, ataupun menggantung pakaian yang harus segera di cuci seperti pakaian dalam.

Jadwalnya kereta berangkat tepat pukul 12.05 WIB. Rombongan mahasiswa dari Bogor menggunakan APTB dan aku sekitar jam 9 berangkat dari rumah diantar ayahku. Ayahku sempat kesal karena kami tidak menemui teman-temanku di area stasiun yang bisa dijangkau kaki setiap sudutnya. Ternyata teman-temanku sedang mengisi perut di salah satu warteg belakang Gelanggang Olahraga Senen. Memang central Senen ini sangat strategis. Letaknya di pusat Jakarta, ada stasiun, terminal, pasar, toko grosir, mall (Atrium), Plaza Senen, Gelanggang Olahraga, Kolam renang, Bioskop, dan apalagi disampingnya ada pasar Poncol sebagai pusatnya barang bekas dari elektronik sampai pakaian. Lengkap kan sebagai pusat ekonomi di perkotaan dan sudah pasti macet, polusi dan debu juga ikut meramaikan central Senen ini.

Semua telah lengkap dan aku pamit kepada ayah. Kami menunggu kedatangan kereta, dan segera menuju peron. Setelah melewati pengecekan tiket dan kartu identitas sebanyak dua kali kami menunggu di tempat antrian penumpang. Ramai, penuh dan cerah sekali siang itu. Sekitar sepuluh menit kereta datang dan kami menuju tempat duduk. Kami terpisah-pisah. Tetapi untungnya sebelahku Ade. Tempat duduk berhadap-hadapan. Baru saja aku mengambil posisi duduk. Bapak berusia lanjut yang masih sangat bugar di depanku menitipkan tasnya. Ia mengatakan tidak kuat dinginnya udara kereta ini. Ia keluar gerbong dan akan naik ketika kereta akan bergerak. Bapak tadi penasaran dan bertanya apakah kami rombongan.


Darimana kami berasal dan kemana tujuan kami. Apa yang ingin kami lakukan dan banyak yang lainnya. Dengan pertanyaan menyelidik, dan ku dapati bahwa aku dan bapak tadi satu almamater. Ya kami satu kampus dengan perbedaan 38 angkatan. Aku angkatan 51 dan bapak tersebut angkatan 13. Usiaku 20 tahun dan usia beliau kurang lebih 58 tahun, seusia ayahku.


Tunggu Part II-nya yaaa...


Terlalu memikirkan masa depan hingga lupa bahwa hidup di masa kini

Sudah sekitar sebulan ini Jamilah kepikiran gimana nanti kehidupannya taun depan. Sekarang Jamilah semester 5 artinya semester depan dia KKN ( Kuliah Kerja Nyata), bayar biaya kos, biaya mulai penelitian, dan semuanya ga jauh-jauh dari masalah duit. Nah KKN di kampus si Jamilah ini wajib musti kudu. Sebagai salah satu tujuan perguruan tinggi kan pengabdian masyarakat jadi ya harus. Bukan masalah mengabdinya, Jamilah sering tinggal sama warga di desa tapi karena duitnya. Ya duit. Dan dibawah ini percakapan Jamilah sama Mpok Romlah.
Mpok Romlah       : “Ngapain sih lu repot-repot mikirin yang masih jauh?”
Jamilah                 : “ laah ntar kan KKN bulan Juli tuh ya, pas banget sama bayar
kontrakan. Duit dari mane gue Mpok?”
Mpok Romlah       : (mulai mikir) “iya sih. Tp kan ada duit beasiswa elu tuh.. duit
bidikmisi”
Jamilah                 : “gini nih ya Mpok kita itung-itungan. Bayar kontrakan anggep
lah 2,5 juta. Mesti tuh segitulaaah. Jangan sampe kena yang lebih mahal. Kan itu juga tahunan. Belum bulanannya listrik, air, gas, kas, deuuh. Terus KKN itung-itung abis lah 2 juta.
Inget ga Mpok cerita gue waktu gue ke Pekalongan ada kakak2 yang KKN nah sehari kurang lebih buat makan sama biaya rumah tinggal per orang Rp. 25000 nah dikali 2 bulan jadi berapa tuh?”
Mpok Romlah       : “hmm sejuta lima ratus. Nah sejuta lima ratus kan tuh”
Jamilah                 : “ lah ongkos, lah program, biaya lain-lainnya?. Bidikmisi
sebulan 600 ribu. Dateng tiap 3 bulan yak. Gue pake buat sehari hari aja abis. Sokongan dana gue kan dari situ aja.”
Mpok Romlah       : ”hmm iya yaa. lu kan gak ditransfer sama orgtua. Gimana mau
ditransfer. pikir buat hidup masing-masing aja masih ribet. Gue
tau lu bukan orang yang mau nyusahin orang lain. Yang ngeusahain semuanya untuk mandiri.”
Jamilah                 :  “Nah itu dia. Tuh akhirnya lu ngerti Mpoook”
Mpok Romlah       : “ iye ye Mil dipikir-pikir ga semua yang dapet beasiswa
hidupnya selalu enak, kan yang dipikirin orang-orang beasiswa
tuh enak. Sekolah dibayarin. Dapet duit juga lagi. Tapi ga semua
yak. Ada yang bener-bener kayak elu ga ada lagi pendapatan      lain. Tapi banyak ah Mil, anak beasiswa yang hidupnya enak-
enak aja. Makannya selalu enak, kosannya lumayan mahal,
gayanya mantep, baju-bajunya juga. Hapenya apalagi.
Nongkrongnya waduh hits gitu deh. Salah sasaran kali yak tuh
beasiswa”
Jamilah                 : “ya gak semua Mpok. Ada yang beasiswa tuh bener-bener
suatu anugerah, keberuntungan bagi dia kan yak. Ada juga yang buat hedon malah. Yak namanya juga hidup Mpok. Laluin ajadah. Mikirinnya mah capek, apalagi jalaninnya. Hahaha “
Mpok Romlah    : (Ketawa ngakak)

Percakapan mereka Cuma sampai situ aja. Nah si Jamilah ini, anaknya suka lupaan. Termasuk lupa makan. Tapi anehnya badannya ga kurus-kurus. Satu hari pas kuliah pagi, dia ngerasa badannya sakit semua. Pusing, mual, kepalanya berat banget dan lain-lain laah. Pas diliat di tas duitnya tinggal selembar duit warna ungu. Dia keingetan belum makan sama sekali dari kemaren sore. Jadilah dia beli dagangan temennya ya semacem risol gitu yang dua sampe tiga gigitan juga udah ga berasa abisnya. Pas pulang kuliah dia lemes banget tapi ya gitu, duit sisa di tasnya dia beliin baso. Nah dia makan lah baso itu pas sampe kontrakan. Ga taunya badannya bukannya tambah seger karena abis makan baso. Malah jadi ga enak badan dan menggigil. Semua temen kontrakannya kuliah. Dia ga kuat buat ambil duit di atm centre panas-panasan. Apalagi beli makan ke warteg. Dia juga jomblo, jadi gaada yang bisa dikodein buat nemenin makan. Lengkap lah hidup Jamilah ini. Jadilah jiwa kreatifnya muncul. Ada segelas kacang ijo mentah yang dia rendem air dan dia masak bareng sama tepung beras, santen, garem, gula, dan air. Jadilah bubur sumsum kacang ijo katanya.
Setelah itu, si Jamilah disaranin temennya makan mie instan aja dulu. Nurut lah dia dan worth it laah buat isi perutnya. Nah lucunya ketika sore-sore si Jamilah minta tolong temennya buat beliin bubur dan obat warung. Temennya udah semangat banget buat beliin dan temu kangen karena udah lama gak ketemu. Percakapan lewat -akun media sosial berwarna hijau empat huruf- itu berlangsung.

Temen Jamilah      : “Nanti yaa, gue nunggu ujan reda gaada payung nih”
Jamilah                 : “oke siap. Ditunggu yaww”
Temen Jamilah      : “lu sakit apa si Mil, elaah . jangan-jangan lu tipus yak”
Jamilah                 : “kalo gue liat google sih cari-cari informasi gitu katanya”
Temen Jamilah      : “gue juga pernah sama kayak lu gitu ciri-cirinya. Fix keknya
typus”
Jamilah                 : “yah semoga aja enggak laah”
Tik tok tik tok tik tok. Detik jam terus bergulir dan hujan juga udah reda, ga disangka udah maghrib. Tapi temen si Jamilah ga dateng-dateng. Tiba-tiba....

Temen Jamilah      : “Miiilll, maapin ternyata gue gaada duit wkwkwkwkwwk”
Jamilah                 : (gubrak, mengheningkan cipta) “ yaaaah elaaah dari tadi napaa
ngomongnya, yaudah gapapa, thank you yaa” (HAHAHA) miris
Temen Jamilah      : “yaah maapin yaak hehehehe”
Jamilah                 : “iya oke gpp”

Akhirnya Jamilah hubungin temennya yang lain. Kebetulan temennya ini gak ada kendala buat ngebeliin bubur depan minimarket belakang kosan (waduh depan tapi belakang). Huhuhu makasih banyak temen Jamilah yang lain.
Aslinya hari itu Jamilah ada janji buat makan bareng temen-temennya (baca : temen jalan-jalan dan tugas negara ke Pekalongan) Gak disangka ternyata setelah isya Temen-temennya yang tadinya mau pada makan di tempat makan hits sekitar kampus itu malah ga jadi makan bareng. Sekitar 10 orang, orang-orang baik hati itu malah jenguk si Jamilah. Terharu lah si Jamilah. Ngobrol kesana kesini, hilang lah tuh panas demam, sakit kepala, meriangnya si Jamilah. Bener kata orang bahwa
“Bahagia dan Kesehatan itu Menular”
makanya besok-besok kalo sakit, temuin banyak orang biar menular sehatnya orang-orang, bukan sebaliknya hehehe.

Ternyata sakitnya berlangsung sampe empat hari. Yak pas pagi-pagi si Jamilah mau kuliah badannya menggigil kedinginan. Padahal udah setengah delapan. Dan kuliah jam delapan. Dia belum mandi. Belum siap-siap. Dan masih ngerepotin temennya buat nyelimutin dia. Tapi si Jamilah ini punya tekad buat tetep masuk. Jadilah jam tujuh empat lima dia bangun, gerakin tubuhnya, masak aer, daaan mandi. Yak mandi pas dia menggigil. Daripada orang-orang sekitarnya bakal nyium sesuatu kan dia tiga harian kagak mandi. Nah pas berangkat itu dia udahkelewatan lima menit. Duh telat ni telat pikirnya. Mana di kela spasti dingin karena ac baru dua biji yang maksimal banget dinginnya. Gak lupa dia bawa jaket. Sampe kelas udah sedikit lari-lari belum ada dosen ternyata. Alhamdulillah. Nah pulangnya ini si Jamilah ngelewatin tukang baso langganannya. Belilah baso Rp. 5000, karena duit dia pecahan terbesar yang merh itu, jadi gak ada kembalinya. Udah gitu tukang basonya membolehkan berhutang. Haduh. Semestinya jangan dilakukan yak abang. Jamilah berhutang saudara-saudara. Ke tukang baso. Yasudah lah.
Hari itu Jamilah kuliah dua kali. Sisanya jam abis dzuhur dan tempatnya itu jauh sekali. Di fakultas daerah belakang. Biasanya ia jalan kaki, naik bis, mobil listrik atau kemungkinan paling kecil adalah ngojek. Nah, selama dia sakit Jamilah Cuma bilang ke uwa (budhe)nya kalau ia sakit. Tapi gak sama sekali bilang ke orang tuanya. Satu alesannya kayak di percakapan sama Mpok Romlah diatas.
Gak disangka gak diduga Bapaknya Jamilah telepon. Diujung sana kedengeran suara ibunya jmilah yang udah nangis terisak-isak. Gimana Jamilah ga panik tambah sedih tambah pusing kan ya.
Bapak          : “Jamilah, kata uwa Jamilah sakit, gimana keadaannya. Ini ibu
kepikiran”
Jamilah        : (ambil napas, tahan napas, buang) “udah gak papa kok. Udah sehat
udah ke dokter”
Bapak          : “kata dokternya sakit apa?”
Jamilah        : (ambil napas, tahan napas, buang “radang”.
Bapak          : “iya ini ibu kepikiran”(terdengar suara ibu yang nangis)
Jamilah        : “iya udah gak papa kok” (matiin telepon) (nangis kejer)

Jamilah sama sekali gak mau bikin orang tuanya kepikiran. Ohiya buat yang belum tau, ibunya Jamilah udah hampir satu setengah tahun stroke. Menurut yang di baca oleh Jamilah dari situs online. Kalau orang stroke itu merasa dirinya tidak berguna lagi atau self esteem nya rendah, merasa kecewa dengan diri sendiri, dan lain sebagainya. Nah di titik ini Jamilah ngerti banget keadaan orangtuanya. Ketika anak sakit, pasti orangtua panik, khawatir, gelisah, cemas, dan semuanya yang mengarah pada rasa peduli tapi gak tersampaikan. Bayangkan bagaimana yang dirasakan orang tua Jamilah.
Jamilah ini anak perempuan, anak kedua, sejak pertama kuliah orangtuanya tidak lagi bekerja yang artinya orangtua tidak bisa memenuhi kebutuhan Jamilah. Tepat di tahun kedua Jamilah kuliah, Ibunya stroke, ayahnya sepenuh waktu mengurusi ibu Jamilah. Ayahnya Jamilah juga sudah tua. Jamilah masih punya adik SMP. Mau tidak mau, adiknya mengurus hidupnya sendiri, pakaiannya, tugas sekolahnya. Kakak Jamilah juga sudah tidak bekerja sebagai pegawai tetap. Sistem kerja jaman sekarang membuat setiap pekerjaan memiliki kontrak kerja. Jadi sekarang kakak Jamilah sebagai driver salah satu ojek online, dengan kendaraan yang masih dicicil. Terbayang kehidupan Jamilah sekarang? Terbayang bagaimana beban kedua orang tuanya? Maka dari itu alasan Jamilah berusaha sekuat mungkin agar gak bergantung dengan orang tuanya.
Pas berangkat kuliah dengan mata sembab dan muka yang pucat, Jamilah ga nemu bis, mobil listrik dan temennya sama sekali di halte. Mau ngecek hp, hapenya juga rusak. Baru bisa nyala kalo di cas. Mana gak ada duit empat ribu  buat naik ojek. Taunya di depan mukanya ada kakak alumni yang dia kenal. Lumayan beda 4 tahun. Dengan gerakan cepat kakak itu ngeluarin duit dan pinjemin buat si Jamilah naik ojek. Dari pada telat. Lagi-lagi Jamilah terharu, bahwa banyak orang baik disekitarnya. Sampai kelas dosennya udah ngajar dan dia hanya menunduk lesu. Duduk di samping temannya. Seketika kepala Jamilah dipenuhi ingatan telepon bapaknya, suara tangisan ibunya, dan kepalanya yang pusing kembali muncul. Jamilah nangis, temannya bergerak cepat mengambil tisu dan menyodorkan banyak pertanyaan. Jamilah hanya menggeleng menatakan tidak apa-apa. Jamilah selalu ingat bahwa 
“Selalu ada waktu untuk bercerita” 
dan itu juga yang Jamilah terapin ke dirinya. Kalau ada temannya yang sedih, senang, marah, dan ungkapan perasaan lainnya. Jamilah lebih suak menunggu waktu pas untuk bercerita. Tidak pernah meminta, tidak pernah memaksa.

Nah tapi sering banget si Jamilah lupa bahwa setiap manusia hidup sudah memiliki takdir masing-masing. Bahwa Jamilah sering lupa kalau dia hidup di masa saat ini. Bahwa saat ini malah saat yang paling penting untuk berusaha. Berusaha buat kehidupan masa depannya juga. Masalah duit KKN, kontrakan dan sebagainya, Jamilah harusnya percaya bahwa Tuhannya tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuannya. Dan ada quote yang seharusnya Jamilah jadiin acuan dalam hidup, yaitu :
“ if something is destined for you, never in million years it will be for somebody else”
Jamilah harus percaya bahwa apa yang ada di dirinya adalah sumberdaya berharga. Dirinya, waktunya, keluarganya, kemampuannya, teman-temannya, sekitarnya dan semuanya adalah sumberdaya berharga yang ada agar Jamilah bisa tetep “hidup”. Jamilah juga mesti sadar bahwa masih buanyak di sekitar dia yang jalan hidupnya lebih sulit. Temannya yang bayar kuliah sendiri, temannya yang orangtuanya telah pisah, temannya yang gak punya adik-kakak, temannya yang gak punya temen-temen lain sebaik temen si Jamilah. Ya intinya Jamilah harus bersyukur. Namanya Hidup belum tentu semuanya enak. Kalo ada yang gak enak, tambahin aja “msg” biar gurih. Apa sih ky, suka ga jelas. Hehe.

Semangat buat Jamilah, dan Jamilah lain di dunia nyata . : ) .