Teater Giga, Gambaran Masyarakat Indonesia dan Inspirasi di Dalamnya

Pages

Teater Giga, Gambaran Masyarakat Indonesia dan Inspirasi di Dalamnya


 

GKKI


 Juli lalu, aku menghadiri acara dari Penggiat Keluarga Indonesia atau GIGA dalam acara Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia. Nah tapi sebagai penampil, bukan tamu. Hehehe
Tampil sebagai bagian dari teater ini menyisakan pengalaman luar biasa. Nah kita bahas satu-satu yaa.

Sebulan sebelumnya, waktu itu selesai jam mata kuliah Perkembangan Keluarga, Prof Euis Sunarti tanya “ada yang bisa bantu saya untuk ikut tampil di acara Giga? Untuk menjadi pemain teater, musik, dan lainnya.” Waaah saya tertarik dan langsung maju ke depan bareng Dika. Ceritanya waktu itu Dika yang jadi koordinator teater. Tapi akhirnya yang memback-up kami adalah UKM Lingkungan Seni Sunda Gentra Kaheman. Yeay UKM ku.
Para pemain yang dari mahasiswi dept IKK 51 aku, Dini, Fathonah, Dwi, dan Suci. Lainnya adalah dari Gentra Kaheman, dan anak-anak sekitar kampus serta dari Sanggar Barudak Bageur (SBB).
Latihan dilakukan hampir tiap hari, dimana saat itu lagi puasa ramadhan dan ujian akhir semester. Kebayang gak gimana perjuangannya? Hehe biasa aja sih.
Reza, Dwi, Delon, Kiky sehabis latihan.
Memotong liburan panjang semester genap untuk istirahat saja sudah biasa. Tapi mengikuti banyak kegiatan bermanfaat baru luar biasa.
Dari pembagian peran, aku berperan sebagai seorang ibu yang punya dua anak (yaa seperti program KB lah, 2 anak cukup). Nah ternyata disamping harus hafal naskah dan blocking, kita para pemeran juga jadi penyanyi hahaha. Lagu yang ikut kita nyanyikan yaitu lagu Keluarga Cemara. Tau gak? Generasi 90n pasti tau. Gini nih sepenggal liriknya




Gazebo berantakan yang jadi latar teater
Harta yang paling berharga adalah keluarga
Mutiara paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Selamat pagi  emak
Selamat pagi  abah
Mentari hari ini berseri indah
Terima kasih emak
Terima kasih abah
Untuk tampil berbakti bagi kami
                             Putra putri yang siap berbakti

Indah ya liriknya, menggambarkan keluarga sederhana yang harmonis. Nah drama yang kita tampilkan juga gak kalah harmonis. Berlatar sebuah lahan kosong di suatu perkmpungan. Lahan tersebut kotor karena menjadi tempat pembuangan sampah warga dan terbiasa menjadi tempat judi. Bahkan pedagang yang jualan disana juga tak laku karena tempatnya tidak layak.
diatas panggung acara GKKI
Suatu hari, ada empat orang pemuda yang baru saja lulus kuliah dan mereka kembali ke desanya untuk mengabdi. Mereka berhenti dan terpana melihat fenomena kampung mereka. Lingkungan kotor, tak terawat, ibu-ibu memarahi anaknya, banyak pemain judi. Aah membuat resah deh pokoknya. Terbersit suatu ide untuk mengubah kampungnya dari hal yang paling kecil dan yang bisa diwujudkan. Hmm bukan sekedar wacana gitu deh. Dari obrolan panjang mereka menemukan ide untuk mengubah lahan kosong tadi menjadi sebuah taman bernama “Taman Keluarga Kita”.
                Di “Taman Keluarga Kita” ini akan dibuat gazebo untuk sarana warga berkomunikasi, membangun pertetanggan, didalamnya dilengkapi lemari berisi buku-buku agar anak-anak bisa membaca dan belajar juga. Di bawah gazebo ditaruh sebuah kotak yang dinamakan “Kotak Peduli dan Berbagi” jadi warga dapat menyimpan barang berguna yang sudah tidak dipakai dan warga lain yang membutuhkan boleh mengambilnya. Nah disana juga akan banyak tanaman kecil dan pohon besar untuk memperindah pandangan. Selain itu juga akan dibuat jalur refleksi agar warga juga bisa berolahraga disana. Oh iya, ada juga beberapa bangku taman. Lengkap deeh.

Sebenarnya jalan cerita dari drama ini menggmbarkan kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Dimana di zaman modern seperti ini, masyarakat menjadi lebih individualis dan kurang dekat dengan lingkungan sekitar. Maka dari itu, pengadaan taman d setiap lingkungan minimal Rukun Warga penting juga.
Dari sini terbuka gambaran bahwa untuk mendekatkan masyarakat sekitar, membangun pertetanggaan, membina hubungan baik antar warga perlu adanya faslitas yang dibutuhkan warga, baik dari kalangan anak hingga lansia.

Lanjut yuuuk.
Dari seringnya kami latihan bersama setiap hari, munculah rasa kekeluargaan kami. Mengenal antar angkatan, pelatih dan pemain, prof Euis dan penapil. Semuanya terlibat. Kalo kata Prof Euis “semua merasa memiliki acara ini” ya seperti itulah.
Jika dalam sebuah acara biasanya yang kita dapat apasih menurut kamu? Menambah teman, menambah jaringan, menambah pengalaman, menambah cerita. Oke baik, selain itu menurutku yang terpenting adalah kontribusi diri kita dalam suatu acara. Bagaimana kita menentukan prioritas. Bagaimana kita membagi waktu pribadi, keluarga, acara, organisasi, teman, dan sebagainya. Seperti itu.
Dan yang paling penting adalah mengaitkan semua aktivitasmu
tergantung bagaimana prinsip hidupmu.
Kalau aku, “dimana pun aku berada, disitulah diriku bermanfaat” naah dalam kegiatan ini, aku merasa diriku dapat bermanfaat bagi sekitarku, baik saat latihan, saat  persiapan, acara pun setelahnya.

Berperan sebagai seorang Ibu, menjadikan aku mengenal banyak anak-anak pemain teater ini. Mengenal namanya, wajahnya, lingkungan rumahnya, orangtuanya, sikapnya dan keceriaannya.
Sebagian besar pemain anak-anak bertempat tinggal di belakang kampus, tepatnya di Babakan Lio, sisanya empat orang dari SBB dan seorang lagi bernama Ninis yang berperan sebagai Naura. Ninis lebih tepatnya sebagai penyanyi dalam teater ini.
Berbicara mengenai perilaku anak-anak sangat bervariasi. Misalnya, ketika ada properti yang semestinya digunakan dalam teater seperti angklung, sapu, dagangan, keranjang, dan lainnya. Oleh mereka dibuat mainan. Yah namanya juga anak-anak. Tapi dari anak-anak tersebut, ada juga yang mengerti dan paham ketika diberitahu kalau itu adalah properti dan jangan dimainin yaa. Karena kalau rusak sulit lagi mencarina. Dan mereka menurut. Ada lagi yang ketika dibilang seperti itu malah mengambek, nangis, marah. Yah mau gimana akhirnya diberikan. Anak-anak tergadang memang sulit dimengerti, ketika yang satu aktif bergerak kesana kemari, minta di gendong padahal perempuan sudah kelas lima dan yang lain duduk rapi melihat jalannya latihan. Ada anak-anak yang ketika ditawari makanan ringan bermecin (sebut saja ciki-ciki) tidak mau dan lebih memilih kue, dan ada juga yang dengan semangat berebut menghabiskan ciki-ciki itu.
Dari sini bisa kita lihat perbedaannya bahwa perilaku dan sikap anak tergantung dari pengasuhan orangtua, lingkungan rumah, teman bermain, status sosial masyarakat lingkungan rumahnya, dan sebagainya.
Dan pelajaran bagiku, ketika nanti bertanggung jawab dalam membimbing anak, aku harus melakukan hal terbaik, aku akan terus belajar tidak hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sahabat dekat bagi anak-anakku.
Agar aku tahu apa yang mereka tahu, mau, dan bisa diperbuat. Agar aku bisa mendorongnya dalam kebaikan. Agar aku tau mana yang sedang trend pada masanya dan tidak melarangnya  selagi dalam aturan yang berlaku.

Ada satu lagi yang dapat aku teladani dari sosok Prof. Euis. Dimana dalam pelaksanaan kegiatan ini, ia sebagai ketua pelaksana memantau langsung setiap bagian. Dari teater, musik, vokal, slide yang ditampilkan, undangan, ruangan, undangan, keseluruhannya. Bagaimana ia selalu melakukan dengan sungguh-sungguh dan mendetail.
Dan yang pasti, ketika kita telah melakukan rencana baik kita dengan sungguh-sungguh, maka tunggulah pertolongan Allah di dalamnya.

Menurutku cukup tulisan kali ini, dan semoga bermanfaat serta menginspirasi : )


Tidak ada komentar :