Benarkah Kita Telah Diuji ? (Part 1)

Pages

Benarkah Kita Telah Diuji ? (Part 1)

Semester ini, aku dapet mata kuliah KONSELING. berhubungan lah ya dengan mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen yang mengharuskan kita bertemu manusia terus, dan manusia itu ga pernah ada yang namanya ga punya masalah, pasti punya. sok coba angkat tangan yang ga punya masalah (truus mau diapain kalo udah angkat tangan kyy), hehe paling juga orang yang sangat-sangat semangat yang mengatakan bahwa kita gak boleh anggap masalah tersebut suatu masalah tetapi suatu tantangan. yupsss i agree. sometimes, problems just make us weary and feel sad, and infrequently make us stronger. so different with challenge, it makes us vigorous. 

Kalau ditanya tentang kuliahnya, hmm B aja lah biasaaa gitu. teori, teori, teori aja terus sampe lelah, tapi berguna kok, banget malah. kita jadi tahu apa itu konseling, sejarahnya, pencetusnya, negara-negara yang concern terhadap konseling, konseling apa aja yang telah berkembang, teori-teori yang digunakan, dsb lah ya... nah tapi kalau ditanya tentang praktikum dan tugas-tugasnya, aku akan cerita panjang lebar sepenuh hati dan dengan semangat yang membara.. (please ini lebay). Sesi dan tugas-tugas praktikum membuat kita belajar untuk jadi konselor. oh ya for information, -konselor itu tidak bertujuan untuk memberikan kamu sebuah solusi yang pasti akan berhasil, tetapi lebih mengarahkanmu untuk menemukan permasalahan kamu, menyadarkan kamu bahwa dirimu itu kuat dan bisa menyelesaikan masalahmu, dan membantu dengan jaringan yang dimiliki untuk mengeluarkan kamu dari belenggu masalah kamu, dan pasti harus dengan kemauanmu-. gitu!.

baru-baru ini kita (aku dan temanteman IKK IPB 51) diminta untuk membuat social project  untuk membuka stand konseling di koridor fakultas aku (FEMA) untuk mengukur tingkat stress mahasiswa dan strategi  koping -yang selama ini telah dilakukan- selama tiga hari lengkap dengan banner dan jarkoman (pesan) di seantero media sosial. -you know, it makes heboh se-FEMA dooong, Pak Dekan tertarik dengan kegiatan yang baik ini dan mendukung agar dilanjutkan, sempet tercetus ide untuk menjadikan klub konseling, tapi sampai sekarang belum tahu lagi nih gimana perkembangannya-. Dan yang datang jangan ditanya. Banyak BANGET. Sehari kita menerima kurang lebih 100 responden atau bisa disebut konseli (orang-orang yang curhat). nah setiap mahasiswa ditargetkan mendapat dua responden, dan kamu tahu berapa responden aku? yakin tahu? hmm SEBELAS pemirsa. itu yang di stand, ditambah yang minta konseling di luar jam konseling tersebut karena emang udah 3 hari waktu konseling berlalu. ada beberapa teman juga yang minta konseling khusus di jam istimewa sambil makan, yaaa namanya sahabat mah turutin aja laah. jadi total sampai saat ini ada sekitar empat belas orang yang telah aku ukur tingkat stresnya.

Ketika kita mendengar cerita orang lain dengan benar-benar mendengarkan aktif (bukan hanya denger dan iya-iya oke) tetapi juga memberi tanggapan yang sesuai dengan harapan orang lain tuh bener-bener yaaa.. bener-bener bikin pusing. Ketika hari kedua aku dapat enam responen berurutan dari jam 2 sampe jam 5 sore, kepala pusing banget rasanya mau meledak, perut mual mau muntah, hampir menyerah tapi dikuatin pulang ke kosan. hmm, tanya kenapa? kata Ibu Konselor yang pernah datang ke kelas mengisi kelas konseling, ibu tersebut juga pernah mendapat responden berturut-turut dan kejadiannya sama seperti kejadian aku diatas itu. Ini diakibatkan karena permasalahan yang diceritakan seperti memberi "pengaruh negatif" yang masuk lewat indera kita (khususnya pendengaran), dan belum tentu diri kita kuat menerimanya, kayak diawal tadi, biasanya permasalahan memberikan dampak negatif berupa rasa sedih dan kelelahan. ya begitulah kurang lebih.

Nah dari empat belas responden yang udah cerita panjang lebar itu aku dapet apa? pastinya dapet cerita, cerita bahwa hidup ga datar-datar aja. kayak iklan chiki kan Life is never flat. nah udah gitu kita mesti percaya bahwa sesuatu yang kita anggap receh (kecil-remeh-ga penting) itu beda buat orang lain. seperti contohnya seorang organisator menganggap tugas kuliah merupakan hal yang gampang lah, sebentar juga selesai, tapi ketika ada event besar di kampus dia langsung tanggap ga mau asal-asalan, dan sebagainya. Nah sama kayak orang yang menargetkan kalau kuliahnya difokuskan untuk dapat IP sempurna, ia bakal serius belajar mata kuliahnya dengan tekun, melewatkan kesempatan-kesempatan mengasah soft skill di luar sana, dan organisasi dianggap ga begitu penting karena targetnya kuliah ya IP sempurna.  Karena bisa jadi "kehilangan uang seribu sangat menyedihkan bagi orang yang punya uang 5000, dan beda bagi orang yang kehilangan duit 50.000 bagi orang yang punya uang satu milyar. do u get my point?
nah begitulah konselor, ketika respondennya bercerita hal-hal kecil bagi konselor, ia ga boleh menganggap hal tersebut remeh.

hmm permasalahan mahasiswa tuh beda-beda loh, ga melulu soal capek ngerjain tugas, capek organisasi, IP jelek, tapi juga skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir, masalah hubungan keluarga, masalah keuangan, masalah dengan dosen, masalah pertemanan, masalah kesehatan, masalah kosan, masalah tentang dirinya sendiri bahkan sampe masalah rumah tangga bagi mahasiswa yang sudah menikah (ini ditemukan ketika respondennya mahasiswa pascasarjana a.k.a. S2). masalah yang diceritakan responden aku juga gitu, masalah berbeda-beda ekspresi mereka juga beda-beda, ada yang kaku, tegang karena jarang bicara sama perempuan (pada awalnya), ada juga yang ceria sambil ketawa-ketawa, ada juga yang berkali-kali meremas tangannya sendiri pertanda gak pede, ada yang mengusap air mata dengan jilbabnya sampai jilbabnya basah, ada yang mengepal tangannya untuk bertekad menjadi lebih baik lagi, ada juga laki-laki matanya sudah merah sekali, dan aku sadar ia akan menangis jadi aku sodorkan tissue dan aku menunduk agar gak melihat ia meneteskan air mata. laki-laki tuh kenapa ya malu nangis depan cewek ? , masih jadi pertanyaan. hmm.... ohyaaa bahkan ada yang kelepasan makan permen yang aku kasih padahal ia puasa, dan aku ketawa lepas sambil minta maaf ketika ia sadar bahwa ia puasa tapi karena keasyikan ngobrol jadi lupa. Hahaha.

minggu berikutnya kami ditugaskan mengukur stress, koping strategi, motivasi belajar, kemampuan mengatur emosi, keterampilan sosial dan masih banyak lagi ke mahasiswa tingkat satu.. cukup menarik hasil obrolan aku dengan mahasiswa tingkat 1 ini. tetapi aku memilih untuk bercerita ketika kami didatangkan responden dengan segala kelebihannya.. tunggu ya di part 2... wassalam

Tidak ada komentar :